Rabu, 30 Oktober 2013

Saya Mulai Lelah



Karena gak tau mau cerita ke siapa, jadi gua luapkan di blog ini.

Tiba- tiba teringat pada masa akhir SMP. Waktu itu keinginan agar bisa masuk SMA jurusan IPA begitu kuat. Alasannya adalah karena gua punya ambisi menjadi seorang arsitek. Arsitek yang fokus pada pembangunan dan perancangan kota.

Melihat kota- kota di Eropa bikin iri, bangunannya tertata rapih, transportasinya lengkap, suasananya nyaman dan humanis. Kontras dengan keadaan kota- kota di negara ini. Itulah kenapa gambar- gambar yang gua buat dominan dengan tema perkotaan. Dengan tekad itu gua berlatih keras. Berusaha mengasah kemampuan berhitung di IPA, mempelajari rumitnya rumus- rumus fisika dan matematika. Karena jurusan arsitektur tidak terlepas dari masalah hitung- hitungan.

Tapi sekarang kenapa gua kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi?.  Dan saat ini gua berada pada titik jenuh. gua masuk jurusan ini atas dasar kepo pada pekerjaan broadcaster dan jurnalis. Nggak nyangka kalo ternyata mata kuliah yang harus diemban, tidak seperti apa yang gua bayangkan.

Sebenernya asik sih, tapi setiap jadi bagian dari civitas ilmu komunikasi gua ngerasa “ini bukan diri gue yang asli”. Taulah di ilmu komunikasi mahasiswanya harus kayak apa. Sementara gua cenderung introvert dan lebih suka dengan  sesuatu yang terencana, detail dan terukur.  Jadi lama- lama gua berasa dipaksa untuk melepas karakter asli diri gua yang ini udah nyaman banget.

Disaat teman- teman gua udah punya target mau kerja dimana, jabatannya apa. Ada yang kepengen banget kerja di Trans TV jadi tim kreatif, reporter atau apalah yang berhubungan dengan TV. Ada yang mau jadi Public Relations. Sementara gua masih bingung mau kerja di kantor apa dan jabatannya apa.  karena cita - cita gua bukan di Ilmu Komunikasi. Peminatan gua di Broadcasting, tapi target gua mau jadi apa belum kebayang. karena gua cuma suka liat orang- orang yang kerja di stasiun TV.

Beda dengan orang yang masuk jurusan karena bingung dia mau pilih apa. Jadi mereka enjoy- enjoy aja, yang penting kuliah. Tapi gua udah punya cita- cita, dan keputusan untuk meraih itu semua adalah wewenang gua. Tapi kenapa dulu gua nggak pilih apa yang gua cita- citakan?, kenapa yang gua ambil malah tantangan?.

Kenapa gua dari dulu gak hidup dengan tanpa cita- cita aja? Hidup dengan cita- cita dan ambisi itu begitu menyesakkan. Sesak kalo kita nggak dapetin apa yang udah kita usahakan.

Kalo tau seperti ini jalannya, kenapa gua dulu maksain masuk ke SMA yang mahal?. Hanya karena SMA itu cuma buka program IPA, tapi sekarang gua kuliah di ilmu sosial. Sia- sia? IYA!! .. belasan juta dikeluarin waktu sekolah, dan sekarang ilmunya gak digunain waktu kuliah.

Gua merasa bersalah jadi anak. Tapi di satu sisi, ketika gua berusaha memantapkan untuk mengambil jurusan yang gua cita- citakan di Univ. swasta (setelah ditolak PTN),  malah gak ada support dari orang- orang terdekat gua.

Jadi akhirnya seperti ini. Hampa, gak ada tujuan, pandangan dan harapan ke kedepan udah gak ada. Mengalir begitu saja.

Kini hanya tersenyum, senang rasanya melihat orang- orang yang bersemangat untuk mewujudkan cita- citanya. Setidaknya harapan dan usaha mereka berada pada jalan yang sama.

Berada disekitar mereka yang sedang bersemangat. berjalan bersama teman- teman Ilmu Komunikasi. Namun harapan gua justru berada pada jalan yang berbeda.



Ah.. andai saja seperti mereka. Rasanya pengen pergi yang jauh, jauh, dan jauh…. 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons