KEBURUKAN BERUJUNG PADA PENYESALAN
Oleh: Muhammad Aulia Rahman
Delapan cerita pendek dalam Ketika Setan pun Menangis (Mitra Pustaka, Desember 2009), buku yang ditulis Nuruddin al Hasyimi, memberikan arahan hidup yang baik bagi pembaca serta memotret realitas sosial dengan piawai dalam kehidupan ini. Terutama jika kita menyadari bahwa semakin buruk kondisi dibumi ini karena keserakahan, kesenjangan sosial dan kehidupan masyarakat yang telah menyimpang dari kebenaran. Seperti pengalaman para tokoh yang mampu menyadarkan kita untuk menjalani kehidupan ini yang telah diberikan oleh Sang Pencipta kepada kita agar lebih baik menggunakan waktu dan kesempatan sehingga tidak terbuang percuma.
Nuruddin al Hasyimi adalah salah satu penulis yang menunjukkan keprihatinannya terhadap kehidupan masyarakat. Namun, melalui delapan cerpennya yaitu Ketika Setan pun Menangis, ia begitu ingin agar pembaca mampu merubah diri setelah meresapi nasihat- nasihat yang terkandung dalam karya tulisnya.
Nuruddin al Hasyimi justru menempatkan tokoh dalam cerpennya terhadap benda, binatang, bahkan makhluk gaib yang sama- sama memiliki hubungan yang terkait dengan manusia. Dalam cerpennya, ia seperti ingin menegaskan bahwa segala perbuatan manusia yang dinilai buruk tidak ada manfaatnya terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri. Bahkan benda, binatang, dan makhluk gaib pun terkena imbasnya akibat perbuatan manusia. Untuk itu, Nuruddin al Hasyimi tidak hanya menempatkan para tokoh manusia saja, namun benda mati pun ia anggap seperti hidup agar mereka juga dapat merasakan dan berpendapat tentang apa yang manusia lakukan.
Seperti dalam cerpen Di Tengah Malam. Dalam cerpen ini dikisahkan bagaimana Sang Malam melihat banyak sekali kejahatan yang terjadi saat ia melingkupi bumi dengan kegelapannya. Perbuatan manusia terhadap kegelapan yang ia beri justru membuat Sang Malam merasa menyesal dan bersalah terhadap Sang Pencipta. Seluruh manusia pada malam hari itu ada yang mengeluh, ada yang ingin membuang waktunya dengan percuma, bahkan ada yang ingin berbuat maksiat dan kejahatan. Adalah lebih baik bagi manusia yaitu menggunakan malam itu dengan yang bermanfaat atau dengan kedamaian yang diiringi kegelapan lagi dingin. “Aku sangat ingin pada suatu saat aku meliputi sebuah kota yang tak memiliki raja, tembok, penjaga, narapidana, dan dokter yang sibuk dengan jam operasinya.. Aku sangat ingin meliputi orang- orang yang tidur dengan tenang dan damai…” (Hlm 81)
Kejadian lain yang dilakukan malam hari adalah bisikan dan godaan setan kepada manusia. Atau menangisnya setan karena perbuatan manusia. Seperti yang terjadi dalam cerpen Ketika Setan pun Menangis. Dalam ceritanya Nuruddin al Hasyimi menceritakan tentang menangisnya setan pada malam hari akibat kebodohan dirinya terhadap perbuatan manusia yang licik. Yaitu ketika manusia terpuruk dan menganggap dirinya tidak ada penolong. Manusia justru meminta bantuan kepada setan. Seperti Afif bek, ia sangat ingin sukses dengan usaha yang ringan dan haram yang diperintahkan Setan kepadanya. Namun disaat Afif bek mencapai kesuksesannya, sang Setan justru menangis. Bukan karena menangis bahagia, tapi menahan rasa sakit dan memendam amarah. “Gembira?!!! Apakah kamu tidak melihat apa yang telah ditulis si pengkhianat ini di gerbang istananya? Lihat apa yang telah ia tulis.. Hadza min Fadhli Rabbi (Ini adalah berkat karunia Tuhanku). Setan menangis pilu dan menamparkan pipinya dan menangis”. (Hlm 20)
Manusia selalu bermimpi besar dalam hidupnya agar mereka sukses. Apa yang mereka impikan hanyalah sebatas kekayaan materi. Yang mereka impikan adalah kekayaan yang melimpah, jabatan, memiliki uang yang banyak yang tidak ada habisnya. Sehingga mereka terpedaya oleh kebahagiaan batin yang justru lebih membahagiakan dibanding oleh kebahagiaan harta dan jabatan. Namun karena keserakahan yang menjadi salah satu sifat manusia, mereka yang diberi amanah untuk menjadi penguasa, justru berkuasa menurut kehendaknya yang kejam kepada rakyatnya yang tak bersalah.
“Seluruh rakyatku dilarang makan makanan apa pun sebelum aku menyuruhnya. Sejak penguasa memotong tangan- tangan yang berdosa selalu menunggu perintahnya untuk makan, tapi ternyata si penguasa lalai. Seperti yang mereka katakan selalu sibuk dan sibuk.” (Hlm 47)
Sehingga ketika manusia sampai di penghujung ajalnya barulah mereka menyesal akan perbuatannya yang buruk kepada dirinya, orang lain, bahkan makhluk hidup di sekelilingnya. Akan waktu yang tebuang percuma dan kebahagiaan batin yang tersingkir akibat keserakahannya.
“Apakah paman menginginkan sesuatu?.. lidahnya kelu dan air matanya mengalir.. Sekarang aku tidak menginginkan apapun. Aku hanya menginginkan tubuhku ini kembali seperti sedia kala. Apakah menurutmu ini mimpi besar keponakanku?” (Hlm 45)
***
Seperti yang telah dipaparkan diatas, Nuruddin al Hasyimi mengangkat salah satu judul cerpen menjadi judul kumpulan cerpennya. Yaitu Ketika Setan pun Menangis yang memang tampak memiliki keunikan narasinya. Cerpen Ketika Setan pun Menangis terdiri dari dua sudut pandang yang urutannya beraturan.
Sudut pandang pertama yaitu dari Dia, dalam hal ini penulis menceritakan seorang lelaki bernama Abdullah Ali dalam penglihatannya terhadap pemandangan yang menakjubkan dan bertemu dengan sosok Setan yang menangis. “Dia berjalan- jalan di jalanan yang bersih dengan perasaan penuh takjub. Sekonyong- konyong kedua matanya tersapu cahaya yang menerangi sebuah istana marmer yang dikunjungi puluhan mobil mewah dan sudut- sudutnya diramaikan oleh irama musik kemenangan”(Hlm 11-12). . “Tiba- tiba ia mencium sebuah aroma menyengat yang menusuk hidungnya didekatnya. Rupanya dia adalah Setan lengkap dengan tanduknya, wajahnya seperti musang, rambutnya acak- acakan serta ekornya yang panjang.” (Hlm 12).
Sudut pandang kedua dari Aku, yaitu ketika setan menceritakan pengalamannya mempengaruhi seseorang. “Aku melihatnya punya bakat iblis yang aku cari. Dia melakukan semua perbuatan yang menyenangkanku. Dari mencuri, merampok, mencopet, hingga menipu. Namun bagiku itu semua hanyalah perbuatan remeh dan sepele yang tak mampu memuaskan kerakusanku” (Hlm 13)
Cerpen- cerpen yang ditulis Nuruddin al Hasyimi menampilkan tokoh- tokoh yang bersifat serakah yang ceritanya berakhir pada penyesalan yang tidak berarti apa- apa. Karena itu sosok Setan yang serakah dan patut ditakuti manusia disetiap detik pun menyesal telah memperdaya manusia karena segala yang setan berikan kepadanya percuma akibat kesuksesan seseorang yang ia pengaruhi dan menolongnya. Justru ketika di gerbang keemasan, seseorang tersebut mengatakan bahwa “Ini adalah berkat karunia Tuhanku” (hlm 20)
Akhirnya, apabila seorang manusia bersifat serakah kepada dirinya sendiri. Justru itu hanya membuat penyesalan terhadap dirinya pula. Adalah lebih baik jika manusia melakukan perbuatan yang benar serta bermanfaat meskipun itu begitu sulit dan membutuhkan pengorbanan. Sebab, betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan.
0 komentar:
Posting Komentar