Berbicara
tentang asal usul perfilman di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh bangsa
lain. Sejarah mencatat bahwa daya hidup film tidak pernah bisa berdiri karena
senantiasa terkait dengan konteks politik, ekonomi dan daya hidup budaya
populer. Munculnya film di Indonesia diawali dari seni pertunjukan rakyat
bernama Wayang Wong (wayang orang), Komedi Stambul, ketoprak, ludruk, Sandiwara,
hingga modernisasi atas penerapan politik etis di wilayah kolonial Belanda.
Wayang Wong pada
awalnya adalah pertunjukan yang hanya di gelar di dalam kompleks kerajaan
Mataram Kuno sebagai bentuk ritual yang akhirnya terpecah dan terus
dilestarikan oleh Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kemudian
berkembang menjadi hiburan para tamu keraton. Pementasan Wayang ini sangatlah
mewah yang membutuhkan banyak uang dan tenaga. Hingga pada masa pemerintahan
Sultan HB III, pementasan ini jarang ditampilkan karena keraton mengalami
kesulitan finansial.
Disaat
keadaan seperti itu, seorang Tionghoa bernama Gan Kam mencari peluang bisnis
dengan menjadikan kesenian Wayang Wong sebagai komoditas, ia membujuk raja Solo
saat itu untuk mengijinkan pertunjukkan Wayang Wong di luar Keraton. Berkat
jasanyalah kesenian tersebut dapat ditonton oleh seluruh elemen masyarakat di
kota itu. Berbeda dengan di Yogyakarta, kesenian tersebut dapat dinikmati oleh
rakyat atas pengaruh kalangan elit keraton yang mendemokrasikan atau
memasyarakatkannya dengan memberi kesempatan untuk mempelajari kesenian itu di
sekolah- sekolah.
Pertemuan
wayang dengan komedi stambul semakin memeriahkan dunia pertunjukan Hindia
Belanda (Indonesia) saat itu. Bedanya, komedi stambul dipentaskan secara
berkeliling, dengan durasi yang lebih singkat dan hadir pada waktu senggang
masyarakat industri. Komedi stambul berasal dari Surabaya yang dulu dikenal
sebagai kota dagang. Digagas oleh seorang peranakan eropa dan biayai oleh
seorang Tionghoa yang melibatkan beragam kebudayaan dan ditonton oleh berbagai
ras dengan bahasa pengantar adalah Bahasa Melayu.
Pertunjukan
seni di Hindia Belanda terus berkembang seiring tuntutan industrialisasi dan
dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan, dari kesenian tradisional maupun
mancanegara. Industrialisasi melahirkan jalur kereta yang membuat kesenian
komedi stambul menyebar hingga kota- kota besar Jawa. Hingga datanglah suatu
seni pertunjukan ketoprak yang berasal dari Jawa Tengah, Ludruk dari Jawa Timur
dan Sandiwara dari Jawa Barat. Ketiga bentuk pertunjukan itu sangat
mempengaruhi masa awal produksi film di Hindia Belanda.
pada akhir
tahun 1900, masyarakat Hindia Belanda dikejutkan oleh penayangan “Gambar Hidup”
yang kini biasa disebut Film. Ditayangkan di bioskop hingga lapangan di kota-
kota besar agar dapat mencakup semua elemen masyarakat. Hal ini salah satu
bentuk kolonialisasi Belanda yang mengenalkan negaranya melalui film dokumenter.
Kemudian diimporlah film- film dari Amerika yang alur ceritanya dinilai lebih
menarik dan menantang.
Namun
pemerintah Kolonial sempat khawatir atas film Amerika yang justru mampu
mengubah pikiran pribumi terhadap orang Eropa saat itu. Terutama terhadap
Belanda yang berkuasa. Karena di film Amerika orang Eropa di presentasikan
buruk, seperti mafia. Akhirnya dibuatlah film buatan Hindia Belanda yang
ceritanya diadopsi oleh film- film Amerika. Pembuatan film tersebut dibiayai
oleh pemerintah Belanda. Selain itu menerapkan sensor di semua film impor.
Ancaman mati
nya seni tradisional juga sempat mengkhawatirkan, karena beredarnya film- film
luar negeri di Hindia Belanda. Pada 1926, lahirlah film loetoeng kasaroeng yang
memadukan wayang, sandiwara dan film yang dikemas sedemikian menarik. Film ini
berlatar legenda sunda yang sudah terkenal. Hal ini agar masyarakat tidak lupa
seni daerahnya.
Kota- kota
besar di Hindia Belanda semakin tumbuh menjadi kawasan kosmopolitan. Hal ini
terkait atas penerapan hukum agrarian, peningkatan liberalisasi politik dan
politik etis yang diterapkan pemerintahan Belanda. Sehingga memacu percepatan
pembangunan, termasuk pembangunan fasilitas gedung publik yang mendukung dunia
pertunjukan.
Kawasan
kompolitan merupakan wadah bagi munculnya imajinasi dalam berkreasi. Seni
pertunjukan dan film seringkali dijadikan sebagai jembatan agar kota memiliki
cerita yang mampu merangkul aspirasi Hindia Belanda dan mampu menjangkau banyak
penonton. Selain itu keutungungan yang diperoleh dari Belanda adalah, melalui
seni pertunjukan mereka mampu mengancam orang pribumi agar tidak berani
memberontak kepada pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar